ISLAM DAN PENDIDIKAN WANITA
A.
Islam dan
Pendidikan
Berdasarkan keyakinan orang mukmin dan
penegasan Allah swt, Islam adalah satu-satunya agama yang diridhai Allah dan
diperintahkan kepada manusia untuk memeluknya. Namun, manusia dengan segala
kelemahan yang ada padanya tidak akan dapat beragama Islam dengan mudah tanpa
melalui pendidikan, tanpa bantuan bimbingan pihak lain untuk selanjutnya mampu
membimbing dirinya sendiri. Oleh sebab itu, Islam dan pendidikan mempunyai
hubungan yang sangat erat.
Hubungan dimaksud bersifat organis
antara tujuan dan alat. Beragama Islam adalah tujuan dan pendidikan adalah
alatnya. Dalam hubungan ini, para ahli ushul fiqih mengemukakan kaidah sebagai
berikut:
مَالاَ يَتِمُّ الْوَاجِبُ اِلاَ بِهِ
فَهُوَ وَجِبٌ
“Sesuatu yang apabila kewajiban
tidak bisa terlaksana kecuali dengannya, maka sesuatu pun merupakan kewajiban
pula”
Baragama Islam adalah kewajiban dan ini
tidak tercapai tanpa pendidikan. Oleh karena itu, berdasarkan kaidah di atas,
pendidikan pun merupakan kewajiban.
B. Pendidikan Wanita Dalam Islam
Seseorang yang mempelajari tema ini,
yaitu Pendidikan wanita dalam Islam, akan mendapati dua pendapat yang
saling bertentangan satu sama lain.
Pendapat pertama, wanita cukup hanya
dengan mempelajari Al-Qur’an dan agama Islam, tidak lebih dan tidak kurang dan
harus dilarang mempelajari menulis atau bersajak. Pendukung-pendukung pendapat
ini, bahkan lebih ekstrem lagi dengan mengatakan bahwa wanita itu kurang
pikiran dan agamannya, sehingga tidak menguntungkan bila mereka belajar
ilmu-ilmu lain. Salah seorang pujangga berkata, “Wanita itu adalah kurang
pikiran dan agamanya dan kita belum pernah mengenal dari mereka suatu pendapat
yang sangat berharga. Maka untuk kesempurnaan agama, Allah tidak mengangkat
seorang pun di antara mereka menjadi nabi.”
Al-Qabisi, seorang ahli fikih dan
Qairawan (Maroko) dan penulis buku Fadhilah li-Ahwalil Mu‘ta ‘alimin
adalah salah seorang yang berpendapat seperti di atas.
Pendapat kedua rnenyerukan supaya
wanita-wanita Muslim belajar dan inilah pendapat yang paling tepat dan
mempunyai sandaran kuat, yaitu hadits Nabi yang telah kita sebutkan pada
permulaan tulisan ini, yaitu:
طَلَبُ
الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَ مُسْلِمَةٍ
Artinya:
“Menuntut
ilmu adalah kewajiban bagi setiap pria dan wanita Muslim.”
Nabi sendiri telah menggiring
istri-istri beliau supaya belajar menulis. Beliau berkata kepada Syifa’
Al-Adawiyah, yaitu seorang yang sangat pandai membaca dan menulis di zaman
Jahiliyah sebelum Islam:
أَلاَتُعَلِّمِيْنَ
حَفْصَةَ رُقَيَّةَ النَّمْلَةَ كَمَا عَلَّمْتِهَاالْكِتَابَةَ
Artinya:
“Mengapa
engkau tidak mengajar Hafsah, Ruqayah. Namlah, membaca seperti engkau mengajar
mereka menulis?”
Pendapat yang menyatakan bahwa wanita
harus belajar membaca dan menulis ternyata menang sehingga wanita dapat sampai
ke puncak ilmu dan pendidikan dan memperoleh kesempatan yang luas di bidang
pelajaran dan pendidikan di zaman keemasan Islam. Di antara wanita-wanita Islam
itu, terdapat penulis, penyair, dokter, guru dan hakim. Orang yang masih
ragu-ragu tidak dapat membendung arus pendidikan di kalangan wanita, kecuali di
negara-negara yang lemah yang menjauhkan wanita dan ilmu dan cahaya,
disingkirkan dari pandangan mata, berkurung di rumah dalam kejahilan, tidak
pandai membaca dan menulis.
Seperti disebutkan di atas, wanita
Islam ternyata tidak sekadar belajar dan mencari ilmu pengetahuan, tetapi
memanfaatkan ilmu tersebut, memanfaatkan kepintaran dan kegiatan mental mereka
di bidang-bidang yang menjadi lapangan kegiatan mereka, seperti kesusastraan,
politik, sosial, kedokteran, kehakiman dan pendidikan. Akan tetapi, jumlah
wanita yang bekerja di bidang pendidikan lebih besar daripada bidang-bidang
lainnya, seperti kita lihat sekarang ini. Ulama laki-laki menjadi guru bagi
wanita dan ada pula wanita menjadi guru bagi laki-laki.
Sebagian ulama, sarjana dan sastrawan
telah mengakui peranan wanita ini dan menurut Ibnu Khalikun, Ummul Muayyid
Zainab binti Sha’ri adalah seorang alim. Ia belajar dari ulama-ulama besar,
merawikan dari mereka sehingga ia diberi gelar ilmuwan (cendekiawan) di bidang
ilmu sastra. Ummul Muayyid ini kemudian memberikan pula gelar ilmuwan
(cendekiawan) kepada Ibnu Khalikan pada tahun 610 H.
C. Perbandingan Antara Wanita Muslim dan Wanita Kristen di
Abad Pertengahan
Apabila membuka halaman sejarah pada
abad pertengahan, kita akan melihat betapa wanita-wanita Kristen di Eropa
tenggelam di dalarn lautan kejahilan dan kita melihat betapa bangsa Romawi
Kuno, selain orang-orang Sparta dan Plato, yang memiliki suatu peradaban dan
kebudayaan tinggi, rnenganggap wanita sebagai harta benda yang boleh
dipermainkan oleh lelaki untuk berfoya-foya, tanpa memberikan hak kepada wanita
untuk belajar dan persamaan dengan kaum pria dalam bidang kemasyarakatan.
Bahkan, orang Jerman berkata “Almari pakaian adalah kantornya kaum wanita.”
Orang-orang Perancis berpendapat pula bahwa wanita haruslah hidup dalam empat
dinding. Sebaliknya, kita meiihat bahwa wanita Islam di abad pertengahan sudah
mencapai tingkat yang tinggi dari segi ilmiah, kebangkitan mental, ketinggian
jiwa dan turut berpartisipasi dalam kehidupan agama, sosial, politik dalam
masyarakat Islam di zaman keemasannya. Pada saat itu, mereka telah rnencapai
tingkat pendidikan dan ilmu pengetahuan yang begitu tinggi yang cukup
menggembirakan dan membuat iri dunia Barat.
Dari fakta-fakta ini semua, nyatalah
ketidakbenarannya pendapat yang tersiar di antara orang-orang Barat yang
fanatik bahwa kejahilan wanita-wanita Islam disebabkan oleh agama dan adat
istiadat Islam. Islam adalah agama ilmu dan cahaya, bukanlah agama kejahilan
dan kegelapan dan menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap Muslim lelaki
dan wanita. Hanya jiwa kerdil yang fanatiklah yang menyebarkan
pendapat-pendapat yang salah itu mengenai Islam. Orang yang suka membolak-balik
lembaran lama mengenai wanita Islam akan meiihat sendiri gambaran tentang
kebesaran jiwa dan pemeliharaan akan nilai-nilai spiritual yang merupakan
semboyan bagi pendidikan Islam di masa kebangkitannya. Wanita-wanita Islam
mempunyai masa lalu yang gemilang, yang dapat dibanggakan oleh wanita-wanita
kini dan di atas puing-puing kegemilangan itu kegemilangan ilmiah dan
Kerohanian yang baru menjadi sernakin nyata.
Kita berpendapat bahwa masa wanita
Islam bernasib malang, hak-hak asasinya diinjak-injak dan pendidikannya tidak
diindahkan telah berlalu. Tidak ada seorang pun Muslim sekarang ini yang akan
rnernbantah fungsi pendidikan bagi wanita. Yang kita maksud dengan pcndidikan
ialah pendidikan yang akan membawa pada fadhilah, kemuliaan, ketinggian dan
kesempurnaan dalam segala segi kehidupan. Tidak ada bahayanya, tidak ada
celanya memberikan pendidikan kepada wanita yang memungkinkannya mampu mencari
kehidupan dan berdiri di atas kakinya sendiri, sekiranya ia menghadapi masa
gelap atau dilanda kemiskinan atau kehilangan suami atau bapaknya.
Apakah tercela bila sang wanita itu
berilmu dan sanggup bekerja? Apakah tercela bila seorang wanita bekerja secara
terhormat untuk keperluan hidupnya, ataukah lebih baik ia meminta-minta kepada
orang atau menempuh jalan-jalan yang tidak terhormat untuk hidup? Apakah daya
seorang wanita Islam bila ditinggalkan suami dan ia mempunyal 5 orang anak
tanpa suatu penghasilan dan tanpa ada yang membantu? Oleh karena itu, kita
serukan kepada orang-orang Islam, didiklah anak-anak wanitamu, janganlah
separuh umat Islam ini dijadikan penganggur. Mustahillah umat Islam dapat
bangkit kalau separuh umatnya yang akan menjadi guru dalam rumah tangga masih
berada dalam kejahilan, tidak tahu tentang hidup ini. Bantulah anak-anak wanita
itu, dengan pendidikan yang cukup, tingkatkanlah kedudukan mereka dengan ilmu
pengetahuan dan hormatilah mereka. Sesungguhnya wanita adalah makhluk, seperti
kaum lelaki juga. Janganlah mereka ditinggalkan karena bodoh dan terasing.
Garaplah masalah pendidikan anak-anak wanita sebagaimana kita menggarap soal
pendidikan anak laki-laki.
Kecerdasan bukanlah monopoli anak laki-laki atau
bagi wanita, tetapi milik bersama. Kita dapat memanfaatkan kepintaran anak
wanita di bidangnya sebagaimana memanfaatkan kepintaran anak laki-laki di
bidangnya pula sehingga kita dapat membina suatu bangsa Muslim yang sempurna,
mencakup kedua jenis ini, yang sama-sama berusaha membangun masyarakat Islam
dan sanggup mengembalikan kegemilangan di masa keemasannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar